Kau harusnya memilih aku…
Yang lebih mampu menyayangimu, berada disampingmu…
Kau harusnya memilih aku…
Tinggalkan dia datanglah kepadaku…
Alunan lagu Terry, ‘harusnya kau pilih aku’ yang dijadikan nada pesan di handphone Nara, gadis yang berusia 17 tahun yang telah menduduki kelas XII di salah satu sekolah favorit di kotanya, yang kini tinggal bersama nenek, mama, dan adiknya tersayang.
Meskipun terasa enggan untuk membuka mata dan melihat sumber pesan tersebut tapi Nara tetap mencoba meraih ponsel yang tergeletak di dekat boneka Teddy pemberian ayahnya yang telah meninggal 9 tahun lalu, kado terakhir dari ayah Nara ketika dia berusia 8 tahun.
Dalam benaknya, Nara berfikir paling sms dari teman-tamannya yang sedang menikmati dan berusaha untuk menghabiskan sms-sms gratis yang sedang diobral diseluruh provider di Indonesia.
“hhuuh…gak tau apa ini baru jam 4 subuh?” omel Nara dalam hatinya.
Sms itupun dibuka dan dibaca
“bangun…..waktunya belajar dan jangan lupa shalat subuh yah!, sahabat manjaku.”
Itulah pesan singkat yang seakan menghipnotis Nara untuk segera memelekkan matanya. Diapun tersenyum dan berkata dalam hati “pangeran hatiku…kamu memang sahabat yang perhatian”.
Nara membalas pesan itu dan berkata “siap komandan, perintah akan segera dilaksanakan. Tapi karena Allah, bukan karenamu :p” ucap Nara dalam smsnya.
“iya…bawel loe” balas Dion. Cowok yang beberapa tahun ini dekat dengan Nara, tahu semua tentang hidup Nara, tahu seluruh apa yang Nara suka dan tidak suka. Tahu kalau Nara suka dengan anak kecil, tahu tentang hoby membaca Nara, tahu tentang sifat Nara yang manja, perhatian, mau menang sendiri, tahu kenapa nara takut kecoa dan ayam hidup. Tapi…ada hal yang Dion tidak ketahui tentang Nara, Dion tidak pernah tahu kalau sebenarnya Nara menyayanginya lebih dari sahabat, bahkan Dion tidak pernah menyadari hal itu.
Yeaah…tepatnya ada perasaan yang selalu bergetar, merasa aman dan nyaman jika dekat dengan cowok yang hobby main futsal itu, rasa bahagia tiap mendengar tawa dan melihat senyum cowok yang memiliki tinggi 170cm, cowok yang menurut Nara telah menjadi malaikat hatinya.
**di sekolah…
Kebiasaan Nara sejak duduk dibangku SD, SMP, bahkan di SMA sekalipun yang tak pernah diubahnya, yaitu datang 10menit sebelum bel sekolah berdering, yang terkadang membuat sahabat-sahabatnya, Tyra dan Meyra merasa kesal apalagi jika tugas piket membersihkan merupakan giliran mereka.
“hhuuh…telat lagi bu?” Tanya Meyra dengan nada sedikit kolot.
“maaf…dijalan lagi macet” bela Nara yang merupakan alasan yang tidak asing lagi bagi semua teman-temannya.
“neh…tugasmu buang semua sampah-sampah itu!” perintah Tyra sambil menunjuk keranjang sampah yang sesak didekat pintu masuk.
Di sekolah, Nara, Tyra, dan Meyra selalu bersama-sama, kepopuleran dikalangan siswa-siswi di sekolah sangat terkenal, bahkan dengan guru. Apalagi Nara, terkadang dijuluki murid kesayangan dari beberapa guru yang mengajar di kelasnya, XII IA2 maupun guru-guru yang pernah mengajarnya di kelas X dan XI.
Persahabatan yang lucu, aneh, kompak, mengutamakan ‘together we care’, persahabatan yang kadang membuat siswa-siswa lain iri. Meskipun Nara punya sahabat yang setia dan terkadang menyebalkan tapi dia tidak pernah membeda-bedakan teman,hanya saja segelintir siswa-siswi yang beranggapan Nara adalah orang yang cuek, tapi itu tanggapan mereka, tanggapan orang-orang yang tidak mengenal karakter dan beribu kelucuan Nara.
Pelajaran ketiga, pada hari rabu. Membuat hati Nara sedikit merasa miris dari tindakan yang Nara anggap konyol dan memalukan, tapi Nara tidak menyadari bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.
Waktu itu pelajaran TIK, yang merupakan pelajaran favorit seluruh siswa karena bagi mereka pelajaran itulah pelajaran tersantai dan terseru.
Meyra yang menyita perhatian Nara dengan pertanyaan yang menurutnya asing sehingga menimbulkan sejuta Tanya karena biasanya Meyra kurang peduli dengan cowok-cowok yang dekat dengannya.
“Nar, Dion apa kabar yah?” Tanya Meyra dengan santai.
“aa…kenapa? Dion? Hmm…baik-baik aja, kenapa?” Nara balik nanya.
“ohh…syukurlah. Gak kenapa-kenapa ajah, abist akhir-akhir ini jarang muncul di fb tuh anak.” Jawab Meyra tanpa mengalihkan tatapannya dari keyboard computer.
“hmm…sibuk kali, dia lagi ngurus JPBBnya juga di UH.” Jawab Nara seadanya dengan kobaran api cemburu dihatinya.
“ooh…gitu?” seru Meyra. Nara hanya menganggukan kepalanya. Sebenarnya bukan masalah jika Mey menanyakan keadaan Dion, toh mereka jugakan saling kenal apalagi Dion merupakan adik dari guru di sekolah mereka meskipun beda sekolah tapi mereka setingkat.
“Nar, pinjam hpmu yah.” Izin Meyra kepada Nara.
“iya nih, aku juga mau sms Ajiert, hari ini dia dah berangkat ke Manado.” Jelas Tyra juga.
“iya…iya…boleh deh. Orang kaya yang gak pelit lagi bagi-bagi sms gratis.” Ucap Nara sambil tesenyum.
Nara pun meninggalkan kedua sahabatnya dan menuju kelompok teman laki-lakinya.
Disituasi lain, Meyra yang sibuk memakai handphone Nara tuk sms’an dengan dengan gebetannya, tiba-tiba dia melihat pesan Dion, yang ternyata sedari tadi sms’an dengan Nara. Meyra pun membalas sms Dion tanpa sepengetahuan Nara.
“hy Dion, apa kabar? Nara’s friend.” Sapa Meyra dalam smsnya.
“hy juga, baik kok. Siapa? Tyra atau Meyra?” Tanya Dion.
“Ini Mey, gak apa-apa kan Mey sms Dion? Oia…Dion gak masalah kan kalau Meyra ambil no hp Dion?” Tanya Meyra lagi.
“iya…boleh, gak apa-apa kok. Nara kemana?” Tanya Dion.
“kok tanyain Nara? Kangen yah?” ledek Meyra dalam smsnya.
“hehehe…kamu lucu yah.” Balas Dion mencoba mengalihkan pembicaraan.
“badut kali…:-/. Oia…Dion dah punya pacar belum?” Tanya Meyra.
“hahaha…calon wartawan yah, nanya-nanya. Kenapa?” ledek Dion.
“hmm…gak juga sih, tapi mau bilang sesuatu ma kamu.” Balas Mey.
“apaan? Jadi penasaran nih.:O” Tanya Dion yang pasti terlihat sangat tegang. Meyra gak bayangin gimana wajah Dion yang mulai terpancing dengan kata-katanya.
“Mey pengen jujur, kalau sebenarnya……..” balas Mey namun menggantungkan ucapannya.
“jujur ajalah.” Pinta Dion
“sebenarnya Nara suka ma kamu. Dia sering cerita semua tentang kamu. Memangnya Dion dah punya pacar?” tanyanya dalam sms.
“ku belajar dulu yah.” Balas Dion tanpa menggubris perkataan dan pernyataan Meyra.
“silahkan!” balas Mey yang sebenarnya kesal dengan Dion.
Sekitar 10 menit Dion dan Meyra saling mengirimkan pesan singkat. Bahkan Mey berani membuka rahasia yang selama ini Nara pendam dalam hatinya. Sebenarnya itu hal yang baik buat Nara, tapi kekonyolan yang luar biasa juga baginya karena perasaannya telah diketahui Dion dan itu bukan dari pengakuan dari mulut Nara sendiri.
Meyra mengambalikan handphone Nara tanpa ingin menimbulkan kecurigaan sedikitpun, semua pesan yang sedari tadi dilancarkan telah dihilangkan agar tak menjadi jejak. Tidak terasa waktupun berputar begitu cepatnya hingga jam sekolahpun telah berakhir.
Pelajaran di hari rabu telah berakhir, menyimpan sebuah rahasia diantara sahabat.
** sore hari…
Nara merasa bahagia melihat telfon di layar ponselnya tertulis nama Dion sedang memanggil. Dengan hati berdebar-debar, lambat tapi pasti Nara mengangkat telfon dari malaikat hatinya. Bagi Nara, suara Dion adalah embun penyejuk dari segala kepenatannya. Nara dan Dion menghabiskan waktu sekitar 30 menit sekedar saling berbagi pengalaman untuk hari ini. Hingga akhirnya Dion harus menutup telfon karena sebentar lagi adzan magrib berkumandang dan yang pasti Dion tidak lupa mengingatkan Nara untuk shalat. Siapakah orang yang tidak merasa bangga memiliki sahabat seperti Dion? Sebagai alarm untuk bersujud kepada Sang Khalik.
**malam hari,Pukul 20.00
Nara merebahkan tubuhnya di pulau kapuk setelah melakukan aktivitasnya, ditambah lagi dia harus mengikuti pelajaran tambahan setiap sore, senin-kamis untuk menuju Ujian Nasional.
Berbaring sambil sms’an dengan teman-temannya, dengar music ataupun sekedar mengintip kabar baru di beranda facebooknya. Kali ini Nara membuka fbnya hanya untuk mengecek notification dan sekedar mengintip apa status dan kegiatan Dion di facebook. Ternyata tidak ada yang menarik perhatiannya, semua terasa biasa-biasa saja. Kali ini Nara mengecek inbox hpnya, kali-kali aja ada sms yang belum dia balas dan sekalian mengahapus sms-sms yang tidak penting.
Tiba-tiba matanya tertuju pada satu sms, yaitu sms dari Dion. Nara pun membuka sms itu dan betapa kagetnya dia.
“hy juga, baik. Siapa? Tyra atau Meyra?” nara mencoba memaknai sms tersebut. Hasil dari kecerobohan Meyra yang tidak menghilangkan jejak sms dari Dion.
“kok sms Dion kayak gini?” Tanya Nara pada dirinya sendiri.
Karena rasa penasaran yang dimiliki Nara terlalu besar, dia mencoba mengecek pesan terkirim tapi sayangnya tak satu pun sms yang bisa dijadikan jawaban. Jalan satu-satu yang ditempuh Nara adalah bertanya langsung ke Dion, karena jika dia bertanya kepada sahabatnya dia hanya akan mendapatkan jawaban yang ambigu dan tak pasti.
“assalamualaikum, Maaf mengganggu.” Sapa Nara mencoba memulai pembicaraan.
“wa’alaykumssalam, kamu gak ganggu kok. Tumben sms duluan?” Dion mencoba menebak rasa penasaran Nara.
“iya…ada yang penting.” Balas Nara.
“ohh…kirain kangen:D. memangnya kenapa?” Tanya Dion yang ikut penasaran dan juga khawatir.
“tadi Dion sms’an yah ma teman Nara?” tanyanya.
“oh…ia, tadi smsku dibalas Meyra, katanya kamu sibuk, itu juga cuma sebentar kok.” Jawab Dion sekenanya, takut Nara bakal Tanya macam-macam.
“bahas apa ajah? Gak bahas macem-macem kan? Maklumlah Mey orangnya rada-rada nyablak gitu.” Jelas Nara dengan sedikit kekhawatiran.
“hhuuh, teman gak boleh digituin. Lagian gak apa-apakan kalau kita saling mengetahui.” Jawaban Dion yang membuat Nara semakin penasaran.
“Dion, memangnya ada apa? Pleass, beritahu Nara!” Nara mulai memelas.
Dion sudah bisa menebak bagaimana ekspresi Nara seandainya saja mereka bertemu.
“Dion sudah janji ma Mey, maaf yah Ra.” Balas Dion.
“hmm…Dion ternyata lebih milih Mey daripada Nara. Gini aja, kalau menurut Dion ucapan Mey penting tolong beritahu Nara, tapi kalau menurut kamu itu semua gak penting, gak usah kasih tahu Nara, simpan baik-baik saja!” Nara mengajukan syarat.
Kini Nara sangat gusar karena hamper 5menit smsnya gak dibalas, mau nelfon tapi takut.
Kali ini Nara merasa dipermainkan oleh Dion, tapi tidak lama kemudian balasan sms Dion membuat Nara merasa tenang.
“Nar, tadi Mey bilang kalau Nara sering cerita Dion, dan Mey bilang Nara suka ma Dion. Tapi aku harap kamu gak perlu marah ke Mey. Karena menurut Dion teman kamu baik, udah mau jujur.” Jelas Dion dalam pesannya.
Brrr…….seakan disengat ular, kesetrum listrik dan bahkan Nara sulit untuk benafas.
Nara bingung harus balas dengan apa, “oh…ternyata mereka sudah pintar main kartu?” kata Nara yang sulit dimaknai oleh Dion.
“main kartu? Maksudnya?” Tanya Dion tak mengerti.
“udahlah, Nara ngantuk mau bobo.” Balasnya lagi dan mencoba mengalihkan pembicaraan lewat sms itu.
Nara merasa kesal dan merasa telah dipermainkan oleh teman-temannya,hingga perasaan kesalnya itu diupdate di facebook.
‘sahabat yang tak bisa DIPERCAYA. Memalukan :p”. Ternyata Dion melihat status Nara dan langsung saja mengomentarinya.
Dion mencoba menjelaskan kesalahpahaman antara Mey dan Nara. Dan anehnya Dion malah mengatakan bahwa sebenarnya dia juga suka dengan Nara, hanya saja hati Dion lebih awal dijajaki oleh adik kelasnya. Dion hanya bisa pasrah kepada Tuhan, karena Dion percaya Tuhan punya rahasia yang lebih indah untuk mereka.
Membaca komentar Dion, hati Nara semakin panas terbakar api cemburu, karena dia baru sadar ternyata Dion telah punya kekasih di sekolahnya. Nara sesal, kenapa tidak pernah menanyakan hal itu kepada Dion, dan kenapa Dion tidak pernah cerita? Kenapa?
** keesokan harinya.
Hari ini wajah Nara tak seriang seperti biasanya, dia kesal kepada sahabatnya tapi tidak mungkin Nara marah apalagi harus membenci mereka, Nara hanya mampu mengikhlaskan dan memaafkan kecerobohan Meyra.
Sepulang dari les sore, Nara tidak percaya melihat sosok Dion berdiri di gerbang tempat Nara bersekolah.
“Dion, ngapain kesini? Bukannya rumahmu jauh dari sekolah ini?” Tanya Nara dengan nada khawatir.
“iya Ra, aku mau ketemu kamu biar kamu gak marah ma aku juga ma teman-teman kamu.” Itulah Dion masih saja meminta maaf meskipun sebenarnya dia nggak salah.
“tapi….” Nara menghentikan ucapannya.
“tapi apa? Karena kamu sayang aku tapi gak bisa miliki aku? Aku gak mau kehilangan sahabat sepertimu, Nara.” Ucap Dion kepada Nara yang sebenarnya ingin jujur kalau sebenarnya dia pun menyayangi Nara lebih dari sahabat, tapi bagaimana dengan cintanya? Dion benar-benar bingung.
“Dion, kamu ngerti tidak? Kamu tahu kan kalau aku sayang ma kamu? Lebih lebih dari seorang sahabat.” Ucap Nara menahan tangis namun air mata itu tak mampu diajak kompromi hingga kini air mata itu membanjiri kedua pipinya.
Ingin rasanya Dion mendekap tubuh Nara untuk menenangkannya tapi apa daya, Nara memang egois. Dia berlalu dan meninggalkan Dion, sendiri terpakudi gerbang sekolah Nara. Dion bahkan tak sanggup melihat kepergian Nara yang tidak menoleh sekalipun kepadanya.
“hatiku miris mendengar pengakuanmu, kenapa baru ku sadari sekarang? Kenapa tidak dari dulu?” Tanya Dion dalam hatinya yang semakin terasa sesak.
Sebenarnya Nara pun menyesal telah meninggalkan Dion seorang diri tanpa kepastian dan akhirnya Nara sadar, dia harus menemui Dion sebelum terlambat dan merasa benar-benar menyesal. Untung saja Dion belum beranjak dari gerbang itu.
“Dion….” Panggil Nara .
Dion mencari sumber suara yang menyebut namanya, dan betapa bahagia namun mengherankan bagi dia ketika melihat sosok seorang Nara datang menghampirinya lagi.
“Nara, kamu?” Tanya Dion sambil memperhatikan wajah manis dan mata sayu Nara karena tangis.
Tiba-tiba Nara ambruk dipelukan Dion, Dion tak tahu harus berbuat apa selain mendekap Nara dengan penuh kasih sayang karena sebenarnya inilah yang diharapkan Dion untuk menebus semua kesalahan di waktu lalunya. Mereka berpelukan dengan eratnya dan seakan tidak memperdulikan siswa-siswa yang memperhatikan mereka terlebih lagi mereka tidak menyadari rintik hujan yang semakin deras telah membasahi mereka berdua.
“Dion, aku tidak sanggup kehilanganmu, aku tidak mau jauh darimu, jika memang selamanya aku harus jadi sahabatmu aku ikhlas, asalkan aku bisa selalu denganmu, karena hanya dengan cara inilah aku bisa mamilikimu.” Ucap Nara dalam pelukan Dion bersama dengan tangisnya, air matanya yang mengalir kini telah menyatu dengan tetesan air hujan.
“Nar, Dion juga sayang ma kamu, mungkin hanya waktu dan keadaan yang belum memihak kepada kita. Percayalah, Tuhan punya rencana lain.” Dion mencoba menenangkan hati Nara sambil mendekapnya semakin erat.
“I Love You, Nara. Tetaplah disini hingga batas kemampuanmu.” Ucap dion dalam hatinya.
No comments:
Post a Comment